Pencapaian kemerdekaan negara Indonesia merupakan buah
hasil perjuangan seluruh masyarakat Indonesia yang gigih, ulet, tekun dan penuh
persatuan. Alinea kedua Pembukaan undang-undang dasar 1945 menunjukkan hebatnya
perjuangan rakyat Indonesia yang mengalir dari sebuah spirit nasionalisme. pada
masa penjajahan bangsa Indonesia diporak-porandakan oleh kaum penjajah maka
tepatlah bahwa di dalam negara Indonesia yang merdeka roh persatuan merupakan
unsur yang sangat penting.
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara
kebangsaan, di dalannya terkandung kesadaran akan kesatuan. Kesatuan serta persatuan
sebuah bangsa yang lingkupnya mengatasi kesatuan yang didasarkan atas ikatan
primordial Muncul pertanyaan; apakah ikatan primordial ini masih terus bisa
direlativisir di dalam dunia Indonesia yang makin plural ini?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut pada kesempatan ini
saya akan mencoba untuk kembali menjabarkan bagaimana konsep negara agar
semangat nasionalisme didalam diri kita dapat semakin kokok yang tentunya
berdampak pada semakin kuat pula rasa kesatuan diantara kita.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Negara
Untuk
memahami secara detail mengenai negara, maka terlebih dahulu akan diawali
dengan penulusuran kata negara tersebut. Secara literal istilah negara
merupakan terjemahan dari kata-kata asing, yakni state (bahasa Inggris),
staat (bahasa Belanda dan Jerman) dan etat (bahasa Prancis). Kata
staat, state, etat itu diambil dari kata bahasa Latin status
atau statum, yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang
memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.
Kata status
atau statum lazim digunakan sebagai standing atau station
(kedudukan). Istilah ini dihubungkan dengan kedudukan persekutuan hidup
manusia, yang juga sama dengan istilah status civitatis atau status
republicae. Dari pengertian kata status pada abad ke-16 dikaitkan
kata negara.
Secara
terminologi, negara diartikan dengan organisasi tertinggi diantara satu
kelompok yang mempunyai cita-cita untuk untuk bersatu, hidup didalam daerah
tertentu dan mempunyaipemerintahan yang berdaulat. Pengertian ini mengandung
nilai konstitutif dari sebuah negara yang meniscayakan adanya unsur dalam
sebuah negara, yakni adanya masyarakat (rakyat), adanya wilayah (daerah), dan
adanya pemerintahan yang berdaulat.
2. Tujuan Negara
Sebagai
sebuah organisasi kekusaan dari kumpulan orang-orang yang mendiaminya, negara
harus mempunyai tujuan yang disepakati bersama. Tujuan sebuah negara dapat
bermacam-macam, antara lain:
a. Betujuan untuk
memperluas kekuasaan semaat-mata;
b. Bertujuan
menyelenggarakan ketertiban hukum;
c. Bertujuan untuk mencapai
kesejahteraan umum.
Dalam
konsep ajaran Plato, tujuan adanya negara adalah untuk memajukan keseusilaan
manusia, sebagai perseorangan (individu) dan makhluk sosial. Sedangkan menurut
Roger H. Soltau tujuan negara adalah memungkinkan rakyatnya berkembang serta
menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin
(the freest possible development and creative self-expression of its
members).
3.
Konsep Penguasaan Negara dan
Pasal 33 UUD 1945
Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal
yang dikenal sebagai pasal ideologi dan politik ekonomi Indonesia , karena di
dalamnya memuat ketentuan tentang hak penguasaan negara atas:
a. Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak;
dan
b. Bumi dan
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang harus dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Salah satu hal yang masih
menjadi perdebatan mengenai Pasal 33 UUD 1945 adalah mengenai pengertian “hak penguasaan negara” atau ada yang menyebutnya dengan “hak menguasai negara”.
Sebenarnya ketentuan yang dirumuskan dalam ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945
tersebut sama persisnya dengan apa yang dirumuskan dalam Pasal 38 ayat (2) dan
ayat (3) UUDS 1950. Berarti dalam hal ini, selama 60 tahun Indonesia Merdeka,
selama itu pula ruang perdebatan akan penafsiran Pasal 33 belum juga memperoleh
tafsiran yang seragam.
Sebelum kita memasuki mengenai
uraian tentang konsep penguasaan negara, maka ada baiknya kita tinjau terlebih
dahulu tentang beberapa teori kekuasaan negara, diantaranya yaitu:
- Menurut Van Vollenhoven negara sebagai organisasi tertinggi dari bangsa yang diberi kekuasaan untuk mengatur segala-galanya dan negara berdasarkan kedudukannya memiliki kewenangan untuk peraturan hukum[1]. Dalam hal ini kekuasaan negara selalu dihubungkan dengan teori kedaulatan (sovereignty atau souverenitet).
- Sedangkan menurut J.J. Rousseau menyebutkan bahwa kekuasaan negara sebagai suatu badan atau organisasi rakyat bersumber dari hasil perjanjian masyarakat (contract soscial) yang esensinya merupakan suatu bentuk kesatuan yang membela dan melindungi kekuasaan bersama, kekuasaan pribadi dan milik setiap individu[2]. Dalam hal ini pada hakikatnya kekuasaan bukan kedaulatan, namun kekuasaan negara itu juga bukanlah kekuasaan tanpa batas, sebab ada beberapa ketentuan hukum yang mengikat dirinya seperti hukum alam dan hukum Tuhan serta hukum yang umum pada semua bangsa yang dinamakan leges imperii.[3]
Sejalan dengan kedua teori di
atas, maka secara toritik kekuasaan negara atas sumber daya alam bersumber dari
rakyat yang dikenal dengan hak bangsa. Negara dalam hal ini, dipandang sebagai
yang memiliki karakter sebagai suatu lembaga masyarakat umum, sehingga
kepadanya diberikan wewenang atau kekuasaan untuk mengatur, mengurus dan memelihara
(mengawasi) pemanfaatan seluruh potensi sumber daya alam yang ada dalam
wilayahnya secara intensif.
Keterkaitan dengan hak
penguasaan negara dengan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat akan mewujudkan
kewajiban negara sebagai berikut:
- Segala bentuk pemanfaatan (bumi dan air) serta hasil yang didapat (kekayaan alam), harus secara nyata meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
- Melindungi dan menjamin segala hak-hak rakyat yang terdapat di dalam atau di atas bumi, air dan berbagai kekayaan alam tertentu yang dapat dihasilkan secara langsung atau dinikmati langsung oleh rakyat.
- Mencegah segala tindakan dari pihak manapun yang akan menyebabkan rakyat tidak mempunyai kesempatan atau akan kehilangan haknya dalam menikmati kekayaan alam.
Ketiga kewajiban di atas menjelaskan segala jaminan bagi tujuan hak
penguasaan negara atas sumber daya alam yang sekaligus memberikan pemahaman
bahwa dalam hak penguasaan itu, negara hanya melakukan pengurusan (bestuursdaad)
dan pengolahan (beheersdaad), tidak untuk melakukan eigensdaad.
Berikut ini adalah beberapa
rumusan pengertian, makna, dan subtansi “dikuasi oleh negara” sebagai dasar
untuk mengkaji hak penguasaan negara antara lain yaitu:
- Mohammad Hatta merumuskan tentang pengertian dikuasai oleh negara adalah dikuasai oleh negara tidak berarti negara sendiri menjadi pengusaha, usahawan atau ordernemer. Lebih tepat dikatakan bahwa kekuasaan negara terdapat pada membuat peraturan guna kelancaran jalan ekonomi, peraturan yang melarang pula penghisapan orang yang lemah oleh orang yang bermodal.[4]
- Muhammad Yamin merumuskan pengertian dikuasai oleh negara termasuk mengatur dan/atau menyelenggarakan terutama untuk memperbaiki dan mempertinggi produksi dengan mengutamakan koperasi.[5]
- Panitia Keuangan dan Perekonomian bentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang diketuai oleh Mohammad Hatta merumuskan pengertian dikuasai oleh negara sebagai berikut:
1) Pemerintah
harus menjadi pengawas dan pengatur dengan berpedoman keselamatan rakyat;
2) Semakin
besarnya perusahaan dan semakin banyaknya jumlah orang yang menggantungkan
dasar hidupnya karena semakin besar mestinya persertaan pemerintah;
3) Tanah haruslah
di bawah kekuasaan negara;
4) Perusahaan
tambang yang besar dijalankan sebagai
usaha negara.[6]
- Bagir Manan merumuskan cakupan pengertian dikuasai oleh negara atau hak penguasaan negara, sebagai berikut:
1) Penguasaan
semacam pemilikan oleh negara, artinya negara melalui Pemerintah adalah
satu-satunya pemegang wewenang untuk menentukan hak wewenang atasnya, termasuk
di sini bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya,
2) Mengatur
dan mengawasi penggunaan dan pemanfaatan,
3) Penyertaan
modal dan dalam bentuk perusahaan negara untuk usaha-usaha tertentu.[7]
Apabila kita kaitkan dengan
konsep negara kesejahteraan dan fungsi negara menurut W. Friedmann, maka dapat
kita temukan kajian kritis sebagai berikut:[8]
a. Hak
penguasaan negara yang dinyatakan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945
memposisikan negara sebagai pengatur dan penjamin kesejahteraan rakyat. Fungsi
negara itu tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya, artinya melepaskan suatu
bidang usaha atas sumber daya alam kepada koperasi, swasta harus disertai
dengan bentuk-bentuk pengaturan dan pengawasan yang bersifat khusus, karena itu
kewajiban mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat tetap dapat
dikendalikan oleh negara.
b. Hak
penguasaan negara dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, membenarkan negara
untuk mengusahakan sumber daya alam yang berkaitan dengan public utilities dan
public sevices. Atas dasar pertimbangan filosofis (semangat dasar dari
perekonomian ialah usaha bersama dan kekeluargaan), strategis (kepnetingan
umum), politik (mencegah monopoli dan oligopoli yang merugikan perekonomian
negara), ekonomi (efesiensi dan efektifitas), dan demi kesejahteraan umum dan
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Berdasarkan rumusan-rumusan di
atas ternyata mengandung beberapa unsur yang sama. Dari pemahaman berbagai
persamaan itu, maka rumusan pengertian hak penguasaan negara ialah negara
melalui pemerintah memiliki kewenangan untuk menentukan penggunaan, pemanfaatan
dan hak atas sumber daya alam dalam lingkup mengatur, mengurus, mengelola, dan
mengawasi pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam.
Oleh karena itu terhadap
sumber daya alam yang penting bagi negara dan menguasai hajat orang banyak,
karena berkaitan dengan kemaslahatan umum (public utilities) dan
pelayanan umum (public
services), harus dikuasai negara dan dijalankan oleh pemerintah. Sebab
sumber daya alam tersebut, harus dapat dinikmati oleh rakyat secara
berkeadilan, keterjangkauan, dalam suasana kemakmuran dan kesejahteraan umum
yang adil dan merata.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
ü Secara literal
istilah negara merupakan terjemahan dari kata-kata asing, yakni state
(bahasa Inggris), staat (bahasa Belanda dan Jerman) dan etat
(bahasa Prancis). Kata staat, state, etat itu diambil dari kata
bahasa Latin status atau statum, yang berarti keadaan yang tegak
dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.
ü Secara terminologi,
negara diartikan dengan organisasi tertinggi diantara satu kelompok yang
mempunyai cita-cita untuk untuk bersatu, hidup didalam daerah tertentu dan
mempunyaipemerintahan yang berdaulat. Pengertian ini mengandung nilai
konstitutif dari sebuah negara yang meniscayakan adanya unsur dalam sebuah
negara, yakni adanya masyarakat (rakyat), adanya wilayah (daerah), dan adanya
pemerintahan yang berdaulat.
ü Sebagai sebuah
organisasi kekusaan dari kumpulan orang-orang yang mendiaminya, negara harus
mempunyai tujuan yang disepakati bersama. Tujuan sebuah negara dapat
bermacam-macam, antara lain:
a. Betujuan untuk
memperluas kekuasaan semaat-mata;
b. Bertujuan
menyelenggarakan ketertiban hukum;
c. Bertujuan untuk
mencapai kesejahteraan umum.
DAFTAR PUSTAKA
Notonagoro, Politik
Hukum dan Pembangunan Agraria, (Jakarta: Bina Aksara, 1984), hal. 99
R. Wiratno, dkk, Ahli-Ahli
Pikir Besar tentang Negara dan Hukum (Jakarta: PT Pembangunan, 1958), hal.
176
Undang-undang dasar
negara yang memuat ketentuan-ketentuan kepada siapa kekuasaan itu diserahkan
dan batas-batas pelaksanaannya
Mohammad Hatta, Penjabaran
Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta: Mutiara, 1977), hal. 28
Muhammad Yamin, Proklamasi
dan Konstitusi, (Jakarta: Djembatan, 1954), hal.42-43
Bagir Manan, Pertumbuhan
dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, (Bandung: Mandar Maju, 1995),
hal. 12
Tri Hayati, dkk, Konsep Penguasaan
Negara di Sektor Sumber Daya Alam berdasarkan Pasal 33 UUD 1945, ( Jakarta
: Sekretariat Jenderal MKRI dan CLGS FHUI, 2005), hal. 17
[1]Notonagoro,
Politik Hukum dan Pembangunan Agraria, (Jakarta: Bina Aksara, 1984),
hal. 99
[2]R.
Wiratno, dkk, Ahli-Ahli Pikir Besar tentang Negara dan Hukum (Jakarta:
PT Pembangunan, 1958), hal. 176
[3]Undang-undang
dasar negara yang memuat ketentuan-ketentuan kepada siapa kekuasaan itu
diserahkan dan batas-batas pelaksanaannya
[4]Mohammad
Hatta, Penjabaran Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta: Mutiara,
1977), hal. 28
[5]Muhammad
Yamin, Proklamasi dan Konstitusi, (Jakarta: Djembatan, 1954), hal.42-43
[6]Mohammad
Hatta, loc. cit
[7]Bagir
Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, (Bandung:
Mandar Maju, 1995), hal. 12
[8]Tri
Hayati, dkk, Konsep Penguasaan Negara di Sektor Sumber Daya Alam berdasarkan
Pasal 33 UUD 1945, ( Jakarta : Sekretariat Jenderal MKRI dan CLGS FHUI,
2005), hal. 17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar